Bila mendengar nama HM Zain, bagi yang pecinta qasidah mungkin tidak akan asing lagi terdengar di telinga.Ya benar, beliau merupakan perintis kasidah modern di tanah air. Yang sekaligus juga merupakan tokoh pemrakarsa pembentuk dan memimpin Group Qasidah Orkes Putri Nasida Ria yang berasal dari Kota Semarang, Jawa Tengah. Oleh HM Zain Nasida Ria didirikan pada tahun 1975.
HM Zain sendiri sebenarnya berasal dari Kendal, lahir pada tahun 1928. Beliau merupakan anak laki-laki pasangan dari suami-istri Hasyim dan Khodijah. Untuk latar belakang pendidikannya, beliau pernah menempuh pendidikan di sekolah rakyat (SR) dan juga pondok pesantren salafi.Namun, walaupun beliau dikenal sebagai HM Zain yang membesarkan nama Nasida Ria, akan tetapi justru beliau lebih terkenal dengan sebutan guru mengaji, guru qiraah Alquran. Karena memang beliau banyak mempunyai anak didik qari dan qariah kelas nasional.
Sebelum membentuk Nasida Ria, HM Zain terlebih dahulu mendirikan grup musik gambus yang bernama Assabab di tahun sekitar 1965, yang beranggotakan terdiri atas laki-laki dan perempuan. Namun sayangnya Popularitas Assabab tidak bertahan lama, hanya sampai sekitar tahun 1970 an, sejak ditinggalkan oleh vokalisnya, Juariyah dikarenakan telah meninggal dunia.
Dalam kesehari-hariannya, HM Zain biasa mengisi pengajian dari satu tempat ke tempat lain. Beliau juga mengajar qiraah di rumah. Beliau dikenal sebagai orang yang supel dan mau bergaul dengan siapa saja dan tidak membeda-bedakan antara si kaya dan si miskin. Selain mengajar qiraah, HM Zain juga dikenal pandai menyanyi.
Personil dari Orkes Putri Nasida Ria merupakan beberapa murid-murid mengaji HM Zain. Mereka, sembilan anak didiknya yang diajak bergabung dalam grup Nasida Ria yang dibentuknya yakni Mudrikah, Musyarofah, Nunung, Muthoharoh, Alfiyah, Rien Jamain, Kudriyah, Nur Ain dan Umi Kholifah.
Sejak berdiri sampai sekarang, grup binaan HM Zain itu telah mengeluarkan 34 album kaset dan berberapa album lepas serta satu album diproduksi Pi’ranha dengan label Keadilan yang berupa CD yang terbit di Berlin, Jerman.
HM Zain menikah dengan Mudrikah. Mereka dikaruniai lima anak yakni Hadziq Zain, Choliq Zain, Farichah, Ulya Zain, Fella Sufah. Anak-anak Zain itu di antaranya mengurusi grup musik Nasida Ria, Nidaria dan Elhawa.
Kali pertama didirikan, Nasida Ria menggunakan alat musik rebana. Seiring kemajuan zaman, grup musik itu menggunakan alat musik lain seperti tamborin, gitar bass, gitar, biola, kendang dan keyboard.
HM Zain mempunyai misi dakwah lewat syair-syair lagu yang didendangkan Nasida Ria. Awalnya, lagu-lagu dakwah yang disuguhkan hanya dari Timur Tengah dengan syair Bahasa Arab. Seiring waktu, atas usulan KH Ahmad Buchori Masruri yang lebih dikenal dengan nama Abu Ali Haidar, syair-syair Nasida Ria mulai berubah. Mantan pengurus Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Jateng itu menciptakan lirik-lirik berbahasa Indonesia untuk Nasida Ria dan tetap dengan muatan pesan-pesan dakwah.
HM Zain membawa Nasida Ria dikenal di tingkat nasional. Nasida Ria sering pentas ke berbagai pelosok Tanah Air, baik dalam rangka undangan hajatan maupun acara resmi lembaga pemerintah dan lembaga swasta serta yayasan-yayasan sebagai sponsor. Setiap tahun mengisi paket acara Hari Raya Idul Fitri di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta.
HM Zain mengantarkan grup asuhannya hingga skala internasional. Dia mendampingi Nasida Ria ke Malaysia pada 1988 saat ada undangan dari Kerajaan Malaysia pada peringatan 1 Muharram. Zain pernah mendapatkan penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah dan PWI Pusat. Penghargaan Pengemban Budaya Islam diberikan oleh PWI Pusat Jakarta pada 1989.
Beliau juga memperoleh penghargaan seni dari PWI Jawa Tengah pada 1992 serta Penghargaan Anugrah Keteladanan 2004 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Tengah. Ia juga didaulat menjadi dewan juri MTQ tingkat nasional.
HM Zain masih menemani Nasida Ria hingga usianya sekitar 64 tahun. Saat Nasida Ria akan pentas di Lamongan, mobil yang ditumpangi Zain ditabrak di daerah Tuban dan masuk ke tambak. Rombongan di dalam mobil itu ada yang selamat dan luka-luka. Zain sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Rembang hingga akhirnya meninggal pada 28 September 1992. Ia dimakamkan di Bergota, Semarang.
Sumber : solopos
0 comments:
Posting Komentar